Takdir dan Kehendak Bebas

Inilah topik yang tidak bisa tidak, disinggung dalam sejarah pemikiran (filsafat) di sepanjang masa kehidupan manusia. DR. Fakhruddin di MJS podcast menukil kisah percakapan antara -kalau tidak salah- Jean Paul Sartre dengan pertanyaan seorang nenek tentang mengapa Sartre tidak percaya kepada Tuhan. 

Pembahasan aqidah (ketuhanan) terkadang amat sensitif. Seorang pendakwah harus mempersiapkan konsep dengan contoh-contoh terbaik, tidak perlu banyak berbelit,  asal dijaga efektivitas penyampaiannya. Persoalan takdir seharusnya merupakan pengetahuan yang langsung dipahami berkat adanya dalil tanpa dibahas lebih jauh. Dalilnya mengatakan itu ilmu Allah SWT yang tak dijangkau manusia sehingga segala polemik tentang rincian hingga 'digoreng' menjadi pertanyaan absurd berbasis pada keterbatasan dan ketidaktahuan terhadap hal gaib.

Lamat-lamat di benak setiap orang timbul pertanyaan mengenai hubungan aqidah dan perbuatan. Pokok bahasan Qadha dan Qadar (QnQ) dalam Islam mengganjal bagi diri sendiri semenjak aku mengikuti kajian tematik semasa  remaja (SMA). Saya mendapat jawaban sementara yang cukup menenangkan hingga dewasa. 

Kontemplasi eksistensial bakal terjadi pada periode hidup manusia. Setiap individu akan menelusuri pertanyaan fundamental dan harus terjawab sedari awal di masa baligh (krusial). Biasanya hal itu menjadi salah satu faktor penentu seseorang menjadi religius, atheis, atau pragmatis. Sebagaimana yang sering kujelaskan, manusia harus mengumpulkan sebanyak mungkin pengetahuan yang bisa ia peroleh.

Qadha dan Qadar terkadang disatukan maknanya dan ketika disengketakan dengan kehendak bebas manusia, perkara itu ternyata dua hal yang berbeda dalam konteks. Keputusan/ketetapan Allah SWT bagian dari ilmu Allah SWT sehingga untuk memahaminya secara jernih dan tuntas diperlukan keluasan ilmu manusia (yang juga dari Allah SWT). Oleh karena itu, beberapa ulama menyarankan tidak mengkaji topik Qnq terlalu dalam sebelum pelajar muslim meraih keimanan pada rukun-rukun iman sebelumnya. Maksudnya jika seorang makhluk baligh langsung melompat ke pembahasan tersebut, ia berpotensi tergelincir disebabkan kekurangan bekal (keluasan ilmu tadi).

Qnq dan KBM bukanlah pergulatan tesis dan antitesis. Berdasarkan Al Quran dan Hadits, KBM bagian dari Qnq. Namun, konsekuensi aqidah Islam (hal ghaib) berbeda dengan penginderaan faktual makhluk (benda menumbuk benda). Dengan kata lain manusia tidak bisa menggunakan paradigma Yang Maha Gaib dalam keputusan dan tindakan di dunia meskipun tetap menggunakan perspektif keilahian yaitu kesadaran akan hubungan dengan Maha Pencipta (ruh). Manusia tidak dapat menjangkau yg ghaib dan dari sudut pandang dunianya (persepsi manusia), ia hanya mampu mengaitkan sebab dan akibat sesuai keterbatasan ilmunya. Sedangkan, seluruh paragraf ini bagian dari Qnq tadi (di awal paragraf). Perhatikan gambar berikut :



Selama ini, saya mempelajari fisika quantum, menyaksikan model matematika, aritmatika, dan geometri dapat memetakan permasalahan kehidupan dan realitas manusia. 

Secara sederhana, manusia tidak bisa sok tahu tentang hal-hal yang tidak diketahui kepastian bakal terjadi di masa datang (superposisi) kemudian memasukkan dalam kantong-kantong sebab penghasil akibat lantas berharap hasil yang pasti. Nasehat paling baik bagi seorang hamba ialah mensyukuri alokasi ilmu berupa Al Quran dan Sunnah dan tidak usah terlalu mencampuri ‘hak preogatif Allah’ berbicara dan mengampuni. Intinya ada ketidaktahuan. Oleh karena itu, manusia fokus saja pada lingkaran yang mampu ia kuasai : syariat mencakup kausalitas (dari kaidah di mana ada syariah di situ ada maslahat).

Surat Al Isra ayat 36. Allah SWT berfirman:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا

"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya." (QS Al Isra ayat 36)

***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanpa Waktu : Akal dalam Kecepatan Cahaya

Logika, Penalaran dan Tesis

Filsafat Bahasa